Siapakah yang cenderung melakukan quiet quitting dalam hubungan?

Siapakah Pelaku Quiet Quitting Dalam Hubungan?


                                       

Jika ditanya siapakah yang cenderung akan memulai quiet quitting dalam sebuah hubungan? Laki-laki ataukah perempuan? Tentunya, jawaban mereka adalah saling menyalahkan atau mengatakan dirinya tidak mungkin akan melakukan itu. Meskipun bisa terjadi pada siapa pun, penarikan diri ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kepribadian, pengalaman sebelumnya, dan dinamika unik dalam hubungan itu sendiri.


Disini, kita akan membahas kira-kira siapa sih yang akan cenderung mulai quiet quitting itu? Berikut :


Seseorang yang Lebih Cenderung Introvert


Salah satu profil yang mungkin cenderung mengalami Quiet Quitting adalah orang dengan sifat introvert. Kehadiran konflik atau stres dalam hubungan dapat membuat mereka merasa lebih nyaman dengan menjaga perasaan dan pemikiran mereka sendiri. Kebiasaan ini bisa berujung pada penarikan diri secara perlahan. Orang-orang introvert cenderung cermat dengan kata-kata dan lebih suka berfokus pada refleksi internal. Dalam konflik, mereka mungkin merasa kesulitan untuk membuka diri dan berbicara terbuka tentang perasaan yang mereka alami.


Seseorang yang Lebih Sensitif


Individu yang cenderung sensitif secara emosional juga bisa rentan terhadap Quiet Quitting. Mereka memiliki kapasitas besar untuk merasakan dan menyerap emosi, baik dari diri sendiri maupun pasangan. Oleh karena itu, ketika ada perubahan suasana hati atau ketidaksepakatan, mereka mungkin merasa lebih rentan terhadap perasaan sakit hati. Untuk melindungi diri dari rasa sakit lebih lanjut, mereka mungkin cenderung menarik diri dan menghindari konflik.


Pasangan yang Merasa Tidak Diberi Tempat


Quiet Quitting juga dapat muncul sebagai tanggapan terhadap perasaan terabaikan atau tidak diberi tempat dalam hubungan. Jika salah satu pasangan merasa bahwa perasaan, pandangan, atau kebutuhan mereka tidak dihargai, mereka mungkin mulai menarik diri secara emosional. Ini bisa menjadi respons alami ketika seseorang merasa bahwa usahanya untuk membangun hubungan yang sehat dan saling mendukung tidak diakui.


Orang yang Pernah Mengalami Trauma dalam Hubungan Sebelumnya


Pengalaman buruk dalam hubungan sebelumnya, seperti pengkhianatan atau pelecehan, bisa membuat seseorang lebih rentan terhadap Quiet Quitting. Mereka mungkin lebih waspada dan khawatir bahwa hubungan saat ini juga akan berakhir dengan rasa sakit yang sama. Akibatnya, mereka mungkin merasa lebih aman dengan menarik diri secara emosional untuk menghindari kemungkinan terluka lagi.


Pasangan yang Merasa Tidak Direstui


Ketika restu dari lingkungan atau keluarga menjadi kendala dalam hubungan, salah satu pasangan mungkin merasa terjebak dalam situasi yang sulit. Mereka mungkin merasa terpaksa untuk melakukan Quiet Quitting sebagai respons terhadap tekanan eksternal yang kuat. Perasaan konflik antara hubungan yang diinginkan dan ekspektasi orang lain bisa memicu penarikan diri emosional.




Sebenarnya Quiet Quitting bisa terjadi pada siapa pun, tidak peduli tipe kepribadian atau pengalaman sebelumnya. Yang terpenting adalah untuk mengenali tanda-tanda Quiet Quitting dalam hubungan, berbicara terbuka dengan pasangan, dan bersama-sama mengambil langkah-langkah untuk memahami penyebabnya. Dengan komunikasi yang kuat dan usaha bersama, hubungan dapat terhindar dari jebakan Quiet Quitting dan tetap sehat serta kuat.




Referensi : 


Perel, Esther. 2022. The State of Affairs: Rethinking Infidelity.

Comments